Beberapa mahasiswa pasti ngeri kalo udah bawa-bawa perkara dosen killer. Yang pinter bisa panik dan kehilangan kepercayaan diri, yang nggak pinter-pinter amat atau biasa-biasa aja nundukkin kepala mohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Mahasiswa yang nggak waras alias penantang maut pun bisa aja dibikin waras dan sekaligus was-was karena perkaranya bisa panjang sampe menghias SIAK.
Tapi apa semua dosen killer itu sama? Harusnya ada di setiap fakultas dan setiap jurusan, tapi dosen juga manusia dan nggak mungkin killer-nya identik satu sama lain, kecuali mereka kembar maka habislah riwayat mahasiswa ketika ada dosen killer yang punya kembaran terus mereka ngajar berasa konser, pake acara featuring.
Nah, mari kita tengok beberapa dosen UI yang dianggap killer oleh mahasiswanya.
Mba Mamik
BMKG (Badan Mahasiswa KuranG kerjaan), ketika pertama kali mewawancara mahasiswa FISIP, nama yang keluar adalah Mbak Mamik atau Dra. Mamik Sri Supatmi, M.Si. Beliau adalah dosen pengajar jurusan Kriminologi FISIP UI, yang diakui oleh beberapa mahasiswa FISIP (bahkan yang bukan jurusan Kriminologi sekali pun) sebagai salah satu sosok dosen yang killer.
Killer-nya gimana? Ngerinya tuh segini: Kamu bukan mahasiswa jurusan Kriminolog, perjuangan yang kamu rasakan berbeda. Namun ketika ngedenger curhatan anak Kriminologi, kamu merasa kuliah kamu enteng dan turut merasakan kengerian dan lelahnya anak kriminologi. Ikutan merindinglah, intinya.
Mulai dari paper yang udah kaya sinetron Cinta Fitri, panjang bersambung tiada berjumpa dengan akhir. Ekspektasi tinggi dari ibu dosen yang bersangkutan, pandangan feminis Mbak Mamik ketika mengajar Perempuan dan Keadilan semester lalu yang bikin mahasiswa cowok merasa kaya disinisin pacar, semua bikin kamu yang bukan mahasiswa Kriminologi merasa ketakutan menghadapi ribetnya kuliah jadi anak Kriminologi, meskipun Mbak Mamik mengajar kuliah Perlindungan Anak (ngerti kan?). Apalagi anak Kriminologinya?! Tapi, in her defense, wajar dong kalo dosen punya ekspektasi tinggi dan punya sifat tegas sesuai pandangan pribadinya? Itu hak prerogatif dosen.
Pak Emmed
Masih dari FISIP, tapi kali ini bergeser ke jurusan Antropologi. This, an antrop student can relate:
“Saudara dari tadi saya lihat tidak mencatat.”
“Saudara dari tadi saya dengar hanya berisik saja.”
Menurut kesaksian salah seorang mahasiswa antropologi, Pak Emmed yang selain mengajar Antropologi bisnis dan antropologi politik juga kelas MMI, selalu mewajibkan mahasiswa untuk mencatat selama kuliah. Beliau juga merupakan dosen killer tipe tegas, yang tegasnya ‘membunuh’ gaya mahasiswa alias bikin mahasiswa mati gaya. Kalo beliau nggak masuk, pertemuan selanjutnya beliau suka nambahin sesi sebagai pengganti kuliah yang sebelumnya ia tidak hadir, jadi kuliah yang harusnya jam 2 udah rampung, baru kelar sekitar jam 5-6. Mati gaya ga tuh?
Belum lagi kalau presentasi, beliau selalu mewajibkan ada yang bertanya dan kalau tidak ada yang bertanya, ia ambil absen dan randomly picking names. Nah, loh, udah mati gaya, dipanggil tiba-tiba, kalo bolos jadi ketauan, deh! Mati gaya lagi. Dan katanya, yang lebih ngeri adalah ketika jadi mahasiswa yang presentasi, dan dirasa nggak menguasai materi dengan baik:
“Saudara dari tadi ngomong apa, sih? Saya bosan.”
Boom. Bam. Jger. Gedubrak. Kaput.
Meskipun begitu, kesaksian mahasiswa yang sudah pernah diajar oleh Pak Emmed adalah meskipun killer, dosen yang selalu memberi ujian hanya 3 soal tapi susahnya nggak ketulungan itu, ternyata baik kalau ngasih nilai. Huft, syukurlah.
Bu Lusi
Sastra Jerman adalah salah satu dari segitiga bermuda-nya FIB. Masuk situ kalo nggak keluar di tengah-tengah, keluar di akhir, ya lulus tapi compang-camping karena berjuang keras. Salah satu yang harus dihadapi adalah seorang dosen yang dianggap killer oleh mahasiswanya, Dr. Andriani Lucia Hilman atau lebih dikenal dengan Bu Lusi atau ALH (kode pengajar). Dosen senior yang seharusnya sudah pensiun sejak tiga tahun lalu tapi masih mengajar dengan totalitas ini dinilai killer ketika sudah bicara tugas dan presentasi.
Pengajar mata kuliah Kritik Sastra Jerman dan Sastra Kontemporer Jerman ini katanya suka ngasih tugas H-1 (biasanya mahasiswa yang deadliner, ini dosen deadliner), yang sangat tangkas dan beringas kalau sudah presentasi. Setiap pertemuan kritik sastra adalah presentasi, dan beliau selalu memberikan pertanyaan bertubi-tubi, macam machine gun. Kalo nggak bisa jawab, diliatin ampe jawab. Dan ketika mahasiswa baru mau menjawab :
Mahasiswa: “Hmmm…, jadi menurut kelompok kami…”
Bu Lusi: “Menurut Anda sendiri gimana? Anda nggak punya pendapat?”
Nah. Dilematis. Mau jawab, digas. Nggak jawab diliatin. Kalo jawab “menurut kelompok” ditanya pendapat pribadi, kalo jawab “pendapat pribadi”, nanti yang lain juga dibabat…
Meskipun begitu, beliau sangat objektif. Nilai yang dia kasih, ya, sesuai dengan seberapa kritis dan pandainya mahasiswa. Dan seberapa kuat mental mahasiswa juga, kalo udah berhadapan sama dia, biasanya kondisi mental ikutan kritis.
Ibu Ayu
Satu lagi dari segitiga bermuda-nya FIB, Prancis. Seorang senior pernah bersabda, sama kaya senior lainnya, “Lo belom mahasiswa Sastra Prancis kalo belum pernah diajar sama ABH.”
Ya, Ibu Ayu Basoeki Harahap S.S, M.A., M.Hum. yang memiliki kode pengajar ABH ini turun-temurun dianggap sebagai salah satu dosen killer Prancis. Killer-nya adalah bikin mahasiswa mati gaya. Ciri khas dari Ibu Ayu adalah suaranya yang menggelegar, sesuai kesaksian salah seorang mahasiswa, bahwa dirinya pernah mendengar suara Ibu Ayu memarahi mahasiswa yang tidak bisa menjawab, meskipun mereka berada di kelas berbeda. Ibu Ayu seperti memiliki sejenis kekuatan yang selalu berhasil membuat mahasiswanya gugup dan salah membaca dan mati gaya ketika kuliah Kemahiran Berbahasa Prancis. Dua cerita paling epic adalah…
*mahasiswa menjawab* *jawabannya salah, dan dia emang sering salah*
*Ibu Ayu berteriak* “Guguuuunnn (nama berusaha disamarkan, tapi gagal)! Vous êtes TERLALU! (Kamu ini terlalu!) *Ibu Ayu gagal menemukan padanan “terlalu” dalam bahasa Prancis*
*mahasiswa tidak dapat menjawab soal di papan tulis, menunduk, lalu dimarahi*
*mahasiswa itu melihat ke atas dengan tatapan pasrah seperti berdoa*
*Ibu Ayu berteriak* “Qu’est-ce que tu cherches?! Un miracle?! (Kamu nyari apa?! Keajaiban?!) *sekelas nahan ketawa*
Setelah dilakukan berbagai studi, ternyata Ibu Ayu memang sering bersuara lantang, bukannya berteriak. Itu sudah merupakan nada default atau nada dasar. Yang lebih menyenangkan lagi, meskipun selalu membuat mahasiswa jantungan karena kaget atau takut, Ibu Ayu sangat jarang memberikan nilai dibawah B pada mahasiswa, dan selalu tersenyum ketika berpapasan di luar kelas.
Pak Yugo
Nah, ini adalah seorang dosen Desain dan Analisis Algoritma dari Fasilkom, yang ternyata memiliki jenis killer yang berbeda dengan dosen yang disebutkan di atas. Duh, bukan, yang killer bukan The Professor Band, tempat Bapak Dr. Drs. R. Yugo Kartono Isal, M.Sc. ini tergabung, meskipun itu juga killer dalam artian keren. Tapi yang killer adalah ketegasannya ketika memeriksa paper mahasiswa. Mungkin pengaruh kepandaian algoritma yang membutuhkan kecermatan luar biasa, Pak Yugo dikenal sangat ketat dalam memeriksa tugas paper mahasiswa dan dapat melihat apakah tugas yang dibuat itu merupakan plagiat atau bukan.
Yap, killer yang dimiliki Pak Yugo adalah ketegasannya dalam perkara plagiarisme yang dapat dilakukan oleh mahasiswa, baik disengaja ataupun tidak. Konon katanya, berdasarkan hasil tanya jawab dengan seorang mahasiswa Fasilkom, Pak Yugo akan memanggil mahasiswa yang ketahuan plagiat ke ruangannya, diberi peringatan dan papernya mendapat nilai E, lalu jika terulang lagi, mahasiswa itu langsung tidak diluluskan saat itu juga.
—
Meskipun begitu, killer mereka memang didasari oleh hal-hal tertentu dan integritas sebagai pengajar UI yang selalu objektif tetap dijaga. Killer boleh, asalkan itu baik buat mahasiswa dan memang alasannya dapat dimengerti. Tetep aja killer, sih.
Nah, apakah dosen yang kamu anggap killer juga belum ada di list ini? Silakan ditambahkan di komentar ya, dan kenapa beliau dianggap killer.
Yuk, share artikel ini via Facebook, Twitter atau Line, siapa tahu ada yang belum sempat dihajar sama dosen-dosen di atas dan bisa menyiapkan mentalnya buat semester depan.